Kota ini memiliki pesona menarik dengan budaya Melayu-nya, kultur budaya yang terdapat di kota ini dominan berasal dari suku Melayu, lalu suku Cina dan suku Bugis, serta suku Jawa. Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Melayu yang tergolong klasik dan unik serta memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan asal-usul (akar) dari bahasa Indonesia.
Kota ini memiliki cukup banyak daerah parawisata seperti Pulau Penyengat yang hanya berjarak kurang lebih 2 mil dari pelabuhan laut Tanjungpinang - Pelabuhan Sri Bintan Pura, Pantai Trikora dengan pasir putihnya terletak kurang lebih 65 km dari kota, dan pantai buatan yang terletak di garis pantai pusat kota sebagai pemanis atau wajah kota (waterfront city).
Pada masa kolonial Belanda kota ini berstatus Keresidenan yang merupakan pusat kota kegubernuran dari kota-kota yang terletak di pulau-pulau yang berada di kawasan Kepulauan Riau (Kep. Riau / Kepri), pada masa awal kemerdekaan kota ini menjadi Kabupaten Tanjung Pinang(Kab. Tanjung Pinang), lalu meningkat statusnya menjadi Kota Administratif - Kabupaten Tanjung Pinang (Kab. Tanjung Pinang) hingga tahun 2000, dan seterusnya ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom - Kota Tanjungpinang dengan UU Nomor 5 Tahun 2001, pada tanggal 21 Juni 2001 sampai dengan sekarang.
Kota Tanjungpinang terhubung dengan kota kecil lainnya yang berjarak kurang lebih 24 km dari kota ini yang bernama Kota Kijang.
Pelabuhan Laut Tanjungpinang - Pelabuhan Sri Bintan Pura memiliki kapal-kapal jenis feri dan feri cepat (speedboat) untuk akses domestik ke pulau Batam dan pulau-pulau lain seperti; kepulauan Karimun dan Kundur, serta kota-kota lain di Riau daratan, juga merupakan akses internasional ke negara Malaysia dan Singapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar